Seri Webinar Forum Udang Indonesia: “Tren Teknologi Pentokolan/pendederan Udang di Asia Tenggara”

Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2021 oleh Forum Udang Indonesia bekerja sama dengan Perusahaan Grobest, CJ Indonesia, dan Dewan Ekspor Kedelai Amerika Serikat (US Soybean Export Council/USSEC).
Dalam webinar ini, materi pertama dengan judul “Protokol Pakan di Pentokolan/pendederan (Nursery) untuk Mengurangi Risiko Penyakit Sindrom Kematian Dini Udang (Early Mortality Syndrome – EMS)/AHPHD)” dipresentasikan oleh Mr. Oliver Decamp yang saat ini menjabat sebagai Direktur Teknis Perusahaan Grobest Group.
Mr. Oliver membagi pemaparannya menjadi tiga bagian. Pertama adalah tentang perkenalan perusahaan Grobest secara umum dan bagaimana perusahaan ini membantu petani tambak dalam memberikan produk pakan yang berkualitas. Perusahaan Grobest didirikan pada tahun 1974 dan berlokasi di Taiwan serta di delapan negara penghasil udang besar lainnya; salah satunya di Indonesia.

Fokus utama Grobest adalah pada dua aspek yaitu: nutrisi akuatik dan pengurangan penyakit terhadap ikan dan udang yang bernilai tinggi. Untuk mencapai dua hal tersebut, Grobest memiliki fasilitas pengembangan penelitian dan produksi yang berlokasi di Taiwan dan Cina. Dalam presentasinya Mr. Oliver lebih lanjut mengulas bahwa Grobest berbeda dari perusahaan lain karena fokus perusahaan adalah pada apa yang diinginkan oleh sebagian besar petani tambak, yaitu tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih baik dari udang, yang secara langsung berdampak terhadap tingkat produktifitas tinggi dalam upaya meraih keuntungan yang lebih besar.
Grobest menyadari kebutuhan petani tersebut dengan berfokus pada pasokan bahan fungsional, perawatan sistem usus, peningkatan kesehatan, dan perawatan kesehatan sehari-hari. Grobest telah mengembangkan aditif pakan, probiotik, dan formula premix yang sesuai. Perusahaan memiliki empat formula campuran pakan: Neopower, Biomax, Lactonin, dan Fucogen dengan karakteristik unik: (1) kemampuan menarik dan kelezatan; (2) imunostimulasi; (3) hepatopankreas dan kesehatan usus; (4) perbaikan kerusakan; (5) dan antioksidan. Dengan berbagai jenis aditif ini, Grobest dapat memadukan aditif ini sesuai dengan manfaat yang diharapkan dari produksi pakan yang dihasilkan .
Pada bagian kedua presentasinya, Mr Oliver membahas masalah Sindrom Kematian Dini atau Early Mortality Syndrome (EMS) pada tahap awal siklus udang dan bagaimana mengatasi masalah EMS tersebut melalui pentokolan/pendederan dan kualitas pakan. Sindrom kematian dini dapat menyebabkan kematian udang hingga 100%, dan ini menyerang sangat awal dalam siklus hidup udang. Penyakit ini biasanya menyerang udang pada 30 hari pertama dari siklus pertumbuhannya, yaitu 90 hingga 130 hari.

Pentokolan/pendederan diperlukan untuk mengatasi masalah EMS karena pentokolan/pendederan akan memungkinkan petani untuk mengontrol siklus produksi dalam 30 hari pertama. Pentokolan/pendederan juga akan memungkinkan petani untuk memantau Postlarva (PL) dari beberapa hari pertama pembenihan sampai mereka dipindahkan ke kolam pembesaran. Kemudian jika masalah ditemukan, permasalahan tersebut bisa diobservasi lebih efisien, seperti pemusnahan udang dengan gejala EMS. Hal ini menunjukkan bahwa pentokolan/pendederan memiliki peran penting dalam mengendalikan budidaya pada tahap awal siklus hidup udang. Selain itu, biosekuritinya yang tinggi membuat pentokolan/pendederan menjadi suatu keniscayaan, memungkinkan petani menanam PL dalam kepadatan tinggi dari PL 10-12 dalam 1 hingga 4 minggu. Pentokolan/pendederan juga memudahkan pembudidaya untuk mengontrol masuknya patogen, membatasi paparan udang tahap awal terhadap produksi pertumbuhan yang kurang terkontrol, memudahkan pengontrolan pemberian pakan, sehingga meningkatkan produktivitas dan kualitas juvenil yang dihasilkan secara keseluruhan dan mempertahankan pertumbuhan akumulatif. sampah organik yang mempengaruhi pertumbuhan vibrio.

Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika menjalankan pentokolan/pendederan. Pertama adalah desain fase pentokolan/pendederan; kedua adalah pengolahan air sebelum menebar persemaian; ketiga adalah pengelolaan harian pentokolan/pendederan seperti pakan dan kualitas air; dan terakhir adalah bagaimana memindahkan udang dari pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran. Saat memindahkan PL dari tempat penetasan ke pentokolan/pendederan, ada beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam prosesnya; sebagai contoh yang dilakukan di Vietnam adalah setelah PL keluar dari hatchery, disimpan di dalam ruangan dan melalui pemeriksaan primer untuk patogen, kemudian kemasan yang berisi PL direndam dalam desinfektan, setelah itu dipindahkan ke kolam pentokolan/pendederan untuk menyesuaikan diri. ke suhu air sebelum melakukan penghitungan PL dan sebelum akhirnya dilepasan ke fasilitas pentokolan/pendederan.

Di bagian akhir presentasinya, Mr Oliver memberikan contoh operasi Grobest di Vietnam, khususnya tentang keuntungan menggabungkan pentokolan/pendederan dan kualitas pakan udang budidaya yang baik. Diet pentokolan/pendederan yang digunakan di Vietnam memiliki 45% protein, 5% lipid, dan 50% spesifikasi diet lainnya secara keseluruhan. Pakan ini diumpankan ke induk PL SIS yang ditanam di pentokolan/pendederan percobaan semi-komersial, dengan kepadatan 2.000 PL per meter kubik dengan fase pentokolan/pendederan selama 20 hari. Jadi, dengan menggunakan jenis pentokolan/pendederan dan pakan berkualitas ini dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan yang cukup baik dan akhirnya mengarah ke peningkatan produksi udang.

Dalam webinar ini, materi kedua dengan judul “Kolam Pentokolan/pendederan di Indonesia dan Berapa Catatan Kritis” dipresentasikan oleh Pak Haris Muhtadi yang saat ini menjabat sebagai Direktur PT. CJ Feed and Care Indonesia.
Pak Haris membagi pemaparannya menjadi tiga bagian. Di bagian pertama Pak Haris menjelaskan tentang Pentokolan/pendederan di Indonesia dengan beberapa catatan kritis. Pentokolan/pendederan bukan hal yang baru di Indonesia, sejak tahun 90-an sudah ada Pentokolan/pendederan di beberapa daerah seperti Lampung, Jawa Timur, dan Bali tetapi dengan tujuan yang beda dari sekarang, di saat itu tujuannya adalah bagaimana memendekkan jangka waktu budidaya dikarenakan di masa itu masih belum menggunakan liner kolam untuk kolam budidaya udang sehinga tanah menua akibat air dan numpuknya bahan organik. Tujuan lainnya memendekkan usia budidaya adalah supaya panen menjadi lebih dari dua kali dalam setahun.

Pak Haris menyampaikan laporan dari tim teknis CJ dari Medan, Maluku, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Barat bahwa ternyata Pentokolan/pendederan ini banyak dibicarakan tapi tidak dan belum populer diadopsi oleh pembudidaya udang di indonesia. Ada beberapa alasan mengapa masih ada sikap skeptis, dari beberapa petambak yang mencoba menggunakan sistem Pentokolan/pendederan namun tetap terkena AHPHD/EMS, dan menghadapi masalah serius ketika mentransfer udang dari Pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran. Pak Haris berharap dengan webinar ini bisa menyemangati farmer untuk menguji ulang hipotesis bahwa Pentokolan/pendederanini bisa menjadi salah satu cara untuk memecahkan masalah AHPHD.

Pentokolan/pendederan sedang menjadi trending topic dikarenakan diasumsi secara hipotetik dapat memecahkan masalah-masalah penyakit terutama Sindrom Kematian Dini Udang (Early Mortality Syndrome – EMS)/AHPHD). EMS mulai menyerang udang di umur 10 sampai 20 hari, dan karena itu pembudidaya udang berasumsi dan melihat bahwa Pentokolan/pendederan adalah salah satu upaya preventive dengan memberikan treatment di awal siklus budidaya udang dan Pentokolan/pendederan udang yang di transfer dari Pentokolan/pendederan ke kolam budidaya itu sudah lolos masa-masa kritis.

Pada bagian kedua presentasinya Pak Haris menjelaskan mengenai Panduan Umum Program Pentokolan/pendederan ada 8 poin penting yaitu (1) Setting kincir dan blower dengann supply DO yang cukup. (2) Siphon dasar kolam untuk membuang bahan organik yang bisa menjadi bahan tumbuh vibrio. (3) Pergantian air setiap 3-8 hari dengan 10% air (4) Maintenance kualitas air dgn treatment bakteri dan mineral. (5) Monitor qualitas air 2 kali seminggu (6) Cek PCR secara periodik, (7) Sampling secara berkala 5 hari sekali, (8) Transfer ke kolam pembesaran dengan minimal berat per udang 0.5gr.

Pak Haris juga menjelaskan mengenai feeding program untuk Pentokolan/pendederan dan proses transfer udang dari Pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran. Untuk feeding program pakan yang digunakan untuk Pentokolan/pendederan adalah pakan khusus yang kaya dengan protien, asam amino dan mineral yang jauh lebih unggul dibanding dengan pakan yang biasa di pakai untuk kolam pembesaran. Kedua adalah menggunakan kombinasi pemberian pakan reguler dan khusus yang di lihat dari umur udang, dan terakhir adalah frekuensi Pemberian Pakan yaitu enam kali dalam sehari.

Untuk proses tranfer udang dari Pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran, Pak Haris menyampaikan pengalaman dari tim CJ dan petambak yang telah di wawancarai masalah yang paling serius adalah proses transfer udang dari Pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran. Cara terbaik untuk memindahkan udang adalah dengan menghindari stress pada udang untuk mengurangi resiko kematian udang selama proses transfer. udang sudah bisa di transfer mulai dari umur 23 hari dengan minimal berat per ekor 0,59 gr. Hal penting yang juga perlu di persiapkan adalah peralatan seperti oksigen, timbangan, serokan, dan anco dua kali dua meter.

Untuk bagian akhir presentasi Pak Haris menyampaikan post scriptum dari kasus yang ada di Indonesia. Untuk poin pertama ia menyampakan bahwa asumsi awal Pentokolan/pendederan sebagai pencegah AHPHD perlu terus dikaji ulang, kedua masalah transfer udang sampai saat ini masih belum sepenuhnya bisa dipecahkan, ketiga pasca transfer udang dengan memperhatikan perubahan kualitas air dan perbedaan kualitas air dari Pentokolan/pendederan ke kolam pembesaran. Ke empat jenis dan kualitas pakan khusus Pentokolan/pendederan adalah faktor penunjang keberhasilan Pentokolan/pendederan dan kolam pembesaran. Ke lima, Biosecurity adalah hal yang wajib, dan poin yang terakhir adalah benifit dan biaya perlu dihitung ulang sampai ditemukan teknis yg teruji.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *