Seri Webinar Forum Udang Indonesia, SOP Budidaya Udang Vannamei Yang Berkelanjutan Sesi III

Webinar mengenai SOP (Standard Operational Procedure) budidaya udang Vannamei yang berkelanjutan sesi III ini telah diadakan pada 20 Januari 2022 dan merupakan penghujung rangkaian sosialisasi SOP yang diselenggarakan oleh FUI (Forum Udang Indonesia). Materi yang diberikan pada sesi ini merupakan kelanjutan dari materi mengenai proses produksi budidaya udang Vannamei. Materi pada sesi ini tidak berkaitan secara langsung pada proses produksinya melainkan sangat berpengaruh terhadap proses budidaya yang berlangsung.  Prof sukenda sebagai pemateri sekaligus penyusun SOP ini mengawali dengan menjelaskan apa saja yang akan dibahas, dimulai dari manajemen bahan kimia dan obat-obatan, manajemen keamanan pangan, kesejahteraan hewan (animal welfare), animal escape, panen dan pasca panen, dokumentasi dan ketelusuran produk, dan aspek sosial ekonomi.

Acuan yang menjadi landasan penggunaan bahan kimia dan obat-obatan yaitu Permen KP No 1 tahun 2019. Prof Sukenda menjelaskan jika obat dan racun dapat dibedakan dari pemakaian dosisnya saja, oleh karena itu penggunaan dan cara pemberiannya harus sesuai aturan yang ditetapkan. Dalam memilih bahan kimia dan obat yang akan digunakan, harus berasal dari jenis bahan kimia dan obat yang telah diperbolehkan pemerintah. Namun perlu diperhatikan juga dalam memilih apakah bahan tersebut telah sesuai dengan regulasi negara ekspor tujuan. Selanjutnya, perlu dipelajari juga mengenai label produk, cara penyimpanan, cara pemakaian, dan perhitungan dosis dengan tepat. Perhitungan dosis yang tidak tepat dan pemakaian obat yang tidak teratur akan menyebabkan anti microbial resistance yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik.

Prof sukenda juga selalu mengajak untuk melakukan tindakan proaktif dibandingkan tindakan teraupetik. Penggunaan agen terapeutik ini hanya digunakan untuk mengobati penyakit yang telah terdiagnosis dengan pasti bukan tindakan pencegahan. Pemakaian obat dan bahan kimia juga perlu dicatat, berkaitan dengan keterlacakan produk (nomor batch produksi). Dalam manajemen bahan kimia dan obat, pembudidaya harus berhati-hati terhadap with drawl period dan residu di dalam daging udang karena ini ada kaitannya dengan keamanan pangan. With drawl period dapat diartikan sebagai jarak waktu pemberian obat terakhir pada udang dengan waktu konsumsi udang pertama (waktu panen). Residu obat dan bahan kimia ini memiliki batas level maximum yang masih bisa diperbolehkan dalam tubuh udang untuk dikonsumsi.

Materi selanjutnya yaitu kesejahteraan hewan (animal welfare). Animal welfare di Indonesia masih belum menjadi isu krusial sedangkan di Eropa sebaliknya. Mengenai animal welfare, acuan landasan hukumnya telah terbit di dalam Permen KP tahun 2020. Contoh tindakan yang melanggar konsep animal welfare menurut OIE (World Organisation for Animal Health) di Inggris misalnya saat munculnya penyakit dilakukan pengurangan pakan yang semena-mena yang menyebabkan udang kelaparan, kualitas air yang tidak sesuai menyebabkan rasa tidak nyaman bagi udang yang dibudidayakan, dsb. Contoh yang paling sering melanggar konsep tersebut dan menjadi sorotan publik yaitu berkaitan dengan pemijahan buatan misalnya ablasi di udang. Prof Sukenda juga berbicara mengenai implementasi animal welfare yang dapat diterapkan seperti menyediakan fasilitas budidaya yang dirancang dengan baik, aklimatisasi pada udang, kecukupan pemberian pakan yang dievaluasi secara berkala, meminimalkan situasi stres selama penanganan, dan lain sebagainya.

Udang Vannamei termasuk alien spesies di Indonesia.  Untuk itu, perlu dibahas lebih lanjut mengenai pencegahan lepasnya udang ke perairan umum (animal escape). Dampak dari lepasnya jenis udang yang dibudidayakan ini berkaitan dengan tranmisi penyakit pada spesies native (udang Windu), dan juga adanya kompetisi survival di ekosistem, kehilangan genetic, dan predasi. Untuk itu, langkah praktisnya dapat dilakukan terutama saat panen dan pemindahan. contohnya diberikan saringan atau penghalang efektif yang sesuai dipasang pada ujung kanal saluran pembuangan sebelum lepas ke perairan dan pembuatan tanggul kolam memiliki ketinggian yang memadai agar mencegah udang keluar saat banjir.

Chapter selanjutnya mengenai panen dimana panen dibagi menjadi 3 yaitu panen total, panen parsial yang bertujuan untuk mengurangi populasi udang agar pertumbuhan lebih cepat, dan panen darurat karena terserang penyakit. Pengendalian kontaminasi saat panen dapat dilakukan misalnya peralatan dan wadah yang akan digunakan dibersihkan dan disanitasi, adanya catatan status kesehatan pekerja, es terbuat dari air yang memenuhi batas mikroba maksimum untuk air minum.

Ketelusuran menjadi komponen penting dalam sertifikasi. Penerapan ketelusuran ini erat kaitannya dengan kepercayaan pembeli khususnya pembeli luar negeri. Belakangan ini, konsumen semakin sering meminta ketelusuran produk karena kaitannya dengan input proses produksi dan keamanan pangan. Ketelusuran dapat dilakukan secara online bagi tambak yang sudah terintegrasi dengan system ataupun tercatat di lembar catatan. Misalnya saat melalukan penebaran, petambak harus mencatat asal benur, jumlah benur yang akan ditebar, dan batch produksi benur (jika ada).

Materi terakhir mengenai aspek sosial dan ekonomi. Prinsipnya yaitu tambak berkontribusi dalam pembangunan pedesaan dan meningkatkan manfaat dan kesetaraan dalam komunitas lokal, mengurangi kemiskinan dan mendorong ketahanan pangan. Masalah aspek sosial dan ekonomi juga harus dipertimbangkan pada semua tahap perencanaan, pengembangan operasional tambak sehingga konflik horizontal dengan masyarakat sekitar dapat dihindari. Prof sukenda juga menekankan tidak ada pekerja anak yang dipekerjakan, kerja paksa atau praktik serupa perbudakan (modern slavery), tidak ada diskriminasi agama dan gender, menghormati komunitas lokal untuk menjamin keberlanjutan usaha budidaya.

Pak Pitoyo sebagai pembahas dan praktisi budidaya udang menjelaskan bahwa SOP yang telah dibuat sangat jelas dan selaras. Namun terdapat masukan dari Pak Pitoyo terkait perlu diberikan daftar obat dan bahan kimia apa saja yang aman dan tidak aman untuk digunakan. Beberapa obat dalam pengaplikasiannya sangat beresiko terjadi kecelakaan kerja meskipun dalam penggunaannya diperbolehkan. Oleh karena itu, sebaiknya dijelaskan lebih terperinci dan detail terkait cara pemakaian, dosis, frekuensi pemberian, aturan pakai, penyimpanan, dan karakteristik bahan. Selain itu, Pak Pitoyo juga mengingatkan untuk memperhatikan residu setelah pemberian obat dan bahan kimia dalam air dengan mengecek apakah residunya sudah hilang atau belum.

Mengenai chapter animal welfare, pak Pitoyo menyanggah pernyataan mengenai kelaparan ikan saat transportasi. Beliau berpendapat bahwa jika induk udang dan benur udang saat transportasi tidak dipuasakan maka justru akan menurunkan SR semasa perjalanan karena ada kaitannya dengan perubahan kualitas air dalam kemasan packing. Berkaitan dengan panen parsial, sebaiknya ditambahkan mengenai kapan waktu yang tepat dilakukan panen parsial karena masih banyak yang salah dalam memutuskan kapan panen parsial dilakukan. Menurut pak Pitoyo panen parsial dilakukan saat nafsu makan udang sedang baik dan kualitas air sedang baik pula bukan saat kualitas air sedang menurun maupun menurunnya kesehatan udang. Jika panen parsial dilakukan saat kondisi air makin menurun, maka kualitas air di dalamnya makin memburuk. Untuk panen darurat disebabkan oleh agen penyakit, bagaimana penanganan air tambak agar tidak menulari kolam lainnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *